THARIQAH NUZUL AL QUR'AN



Thariqah Nuzul Al-Qur’an

Thariqah yang berarti tarekat, yang secara harfiah artinya “jalan”. Secara istilah, tarekat adalah jalan menuju Allah guna mendapatkan ridha-Nya dengan cara menaati ajaran-Nya. Dalam ilmu tasawuf, tarekat menggambarkan peringkat penghayatan keagamaan seorang muslim.[1]
Kata nuzul berasal dari bahasa arab  النزولyang secara etimologi berarti al-hubuth (turun dari atas kebawah). Menurut Az-Zarkasyi mengatakan bahwa uluma Ahlussunnah sepakat bahwa Al-Qur’an diturunkan, namun mereka berbeda pendapat dalam memaknai kata an-nuzul atau al-inzal (turun).[2]
Terkait dengan tema nuzul Al-Qur’an , para ulama berbeda pendapat yang jika dikelompokkan akan terbagi menjadi dua. Pendapat ulama yang pertama, bahwa nuzul Al-Qur’an berarti turunnya Al-Qur’an tanpa harus memalingkan makna lafazh nuzul dari maknanya yang hakiki ke makna majazi (metafor). Pendapat ini dianut oleh Ibnu Taimiyah. Pendapat ulama yang kedua, bahwa nuzul di sini harus dipalingkan dari makna hakiki ke makna majazi nya, seperti pemberitahuan, pemberian pemahaman dan lainnya. Jadi nuzul Al-Qur’an adalah proses pemberitahuan atau pemberian pemahaman tentang Al-Qur’an kepada malaikat atau Nabi Muhammad SAW. Pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama kalangan sunni seperti Az-Zarkasyi, Ar-Razi, As-Suyuthi dan Az-Zarqani.[3]
Jika term nuzul tidak dipalingkan kepada makna majazi, maka akan terjadi kontrakdiksi antara keyakinan tentang ke-qadim-an Al-Qur’an. Sebab nuzul dengan makna hakiki (hubuth/turun dari atas ke bawah) adalah sifat ke-huduts-an (kebaruan) yang identik dengan makhluk. Karena itu, makna yang paling pas dalam konteks nuzul Al-Quran adalah makna majazi (metafor)-nya, yakni proses pemberitahuan atau pemberian pemahaman kepada malaikat atau Nabi Muhammad SAW tentang Al-Qur’an.[4]
Pada dasarnya, pendapat mengenai proses turunnya Al-Qur’an dibedakan kedalam tiga kelompok besar, yaitu:[5]
Pertama, kelompok ini berpendapat bahwa Al-Qur’an diturunkan sekaligus pada malam al-Qadar, kemudian setelah itu diturunkan secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 atau 25 tahun sesuai dengan pendapat diantara sesama mereka.
Kedua, menurut kelompok yang kedua bahwa Al-Qur’an bagaikan sistem paket yang diturunkan sekali dalam satu tahun, tepatnya setiap malam al-Qadar.
Ketiga, Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Mahfudz ke Bait al-‘Izzah pada malam al-Qadar kemudian setelah itu diturunkan secara berangsur-angsur dalam berbagai kesempatan sepanjang masa kerasulan Muhammad SAW.
Menurut Al-Zarqani, proses turunnya Al-Qur’an melalui tiga tahapan, yaitu:[6]
1)      Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT ke Lauh al-Mahfuzh,[7] sesuai dengan ayat;
(Al Buruj [85]:21-22)

بَلۡ هُوَ قُرۡءَانٌ۬ مَّجِيدٌ۬ (٢١
Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Qur’an yang mulia,
فِى لَوۡحٍ۬ مَّحۡفُوظِۭ (٢٢
Yang [tersimpan] dalam Lauh Mahfuzh.
2)      Dari Lauh Mahfuzh ke Bait al-Izzah pada malam al-Qadar, sesuai dengan ayat;[8]
(Al-Qadar [97]:1)
إِنَّآ أَنزَلۡنَـٰهُ فِى لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ (١
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya [Al Qur’an] pada malam kemuliaan

4)      Dari Bait al-Izzah kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara Malaikat Jibril, sesuai dengan ayat;
(Al-Syu’ara [26]:193-194)

نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِينُ (١٩٣
dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin [Jibril],
عَلَىٰ قَلۡبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلۡمُنذِرِينَ (١٩٤
agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan

Menurut ahli sejarah yaitu Abu Ishaq, Al-Qur’an turun pada tanggal 17 Ramadhan. Penetapan malam nuzul Al-Qu’ran didasarkan pada berbagai isyarat yang mengambarkan bahwa turunnya Al-Qur’an sama dengan peristiwa perang Badar yang tertera pada Al-Qur’an dengan sebutan Yaum al-furqan (hari yang membedakan islam dan kafir) dan Yaum al-Taqa al-jam’an (hari bertemunya dua pasukan tempur dalam hal ini pasukan Muslim dan pasukan Kafir), dalam ayat;[9]
(Ali Imran:155)
إِنَّ ٱلَّذِينَ تَوَلَّوۡاْ مِنكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡتَقَى ٱلۡجَمۡعَانِ إِنَّمَا ٱسۡتَزَلَّهُمُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ بِبَعۡضِ مَا كَسَبُواْ‌ۖ وَلَقَدۡ عَفَا ٱللَّهُ عَنۡہُمۡ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ۬ (١٥٥
Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu [4], hanya saja mereka digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat [di masa lampau] dan sesungguhnya Allah telah memberi ma’af kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.

(Al-Anfal:41)
وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا غَنِمۡتُم مِّن شَىۡءٍ۬ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ ۥ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَـٰمَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ إِن كُنتُمۡ ءَامَنتُم بِٱللَّهِ وَمَآ أَنزَلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا يَوۡمَ ٱلۡفُرۡقَانِ يَوۡمَ ٱلۡتَقَى ٱلۡجَمۡعَانِ‌ۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ (٤١
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang [1], maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil [2], jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa [3], yang Kami turunkan kepada hamba Kami [Muhammad] di hari Furqaan [4], yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Adapula yang berpendapat bahwa turunnya Al-Qur’an pada sepuluh malam terakhir di Bulan Ramadhan (al-‘asyr al-awakhir). Mereka yang berpendapat berpedoman pada hadis Nabi, yaitu;[10]
“carilah olehmu sepuluh hari terakhir (dari bulan Ramadhan)”
Namun tidak ada riwayat yang secara tegas dan lugas mengatakan bahwa malam al-Qadar jatuh pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Banyak pula riwayat yang menyebutkan pada  al-‘asyr al-awakhir Nabi Muhammad biasa membangunkan keluarganya untuk bangun malam untuk beribadah, karena pada hari-hari tersebut orang-orang yang berpuasa mulai mengendur staminanya, baik fisik dan psikis.
Menurut Ustadz Hudlori Bik dalam kitabnya Tarikh Tasyri al-Islamy, Al-Qur’an diturunkan 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu dari malam 17 Ramadhan di gua Hiro hingga 9 Dzulhijjah dipadang Arafah ketika haji wada’ atau sejak Rasul beumur 41 tahun sampai berumur 63 tahun.[11]
Adapun cara-cara diturunkannya Al-Qur’an pada Rasulullah dengan bermacam-macam cara dan keadaan, antara lain:[12]
1.      Malaikat memwahyukan Al-Quran kedalam hatinya. Dalam hal ini Rasulullah tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa wahyu Al-Ur’an sudah berada dalam kalbunya (suarat Al-Syu’ara: 192-194).
2.      Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi Muhammad, berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
3.      Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang dikeningnya berpancaran keringat, kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang berkendara.
Rasulullah SAW bersabda, “Terkadang Malaikat datang kepadaku bagaikan dencingan lonceng dan itulah yang paling berat bagiku, lalu dia pergi dan akupun telah menyadari apa yang telah dikatakannya. Terkadang dia menjelma untukku sebagai seorang laki-laki lalu dia berbicara kepadaku dan aku memahami apa yang dikatakannya.”(HR.Bukhari).
4.      Malaikat menampakkan dirinya kepda Rasulullah tidak berupa seorang laki-laki, namun menampakkan wujud yanga sli. (surat Al-Najm: 13-14).
Masa turun Al-Qur’an dibagi menjadi dua:[13]
1.      Ketika Nabi di Mekkah, sebelum Hijrah ke Madinah, lamanya kurang lebih 13 tahun. Masa ketika Nabai Muhammad di Mekkah disebut Makkiyah. Dimana mempunyai ciri-ciri; memiliki ayat-ayat yang pendek dan berisi tentang keimanan, hari akhirat, dll.
2.      Ketika Nabi di Madinah, lamanya kurang lebih 10 tahun. Disebut surat Madaniyah, umumnya ayat-ayatnya panjang dan berisi tentang hukum dan pranata-pranata sosial.
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril secara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Sering pula Al-Qur’an turun untuk menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada Nabi Muhammad. Banyak pula surat yang turun tanpa adanya latar belakang suatu kejadian.[14]
Sedangkan menurut tempat diturunkannya Al-Qur’an, Allah menjelaskan secara umum kedalam 3 tempat, yaitu: [15]
1.      Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan.

شَہۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡ
[Beberapa hari yang ditentukan itu ialah] bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan [permulaan] Al Qur’an. (al-baqarah:185)

2.      Al-Qur’an diturunkan pada malam lailatul Qadar.

إِنَّآ أَنزَلۡنَـٰهُ فِى لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya [Al Qur’an] pada malam kemuliaan. (al-qadr:1)

3.      Al-Qur’an diturunkan pada malam yang diberkahi.

نَّآ أَنزَلۡنَـٰهُ فِى لَيۡلَةٍ۬ مُّبَـٰرَكَةٍ‌ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ
sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi  dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (ad-dukhan:3)

Sesungguhnya malam yang diberkahi yaitu malam Lailatul Qadar, malam Lailatul Qadar terjadi pada bulan Ramadhan. Sehingga ketiga ayat tersebut tidak bertentangan satu sama lain.
Dalam kenyataannya terkandung hikmah, sebagaimana dijelaskan pada surat Al-Furqan[25]:32)
Hikmah  diturunkannya Al-Qur;an secara berangsur-angsur, yaitu:[16]
1)      Memantapkan hati Nabi.
Ketika menyampaikan dakwah, Nabi menghadapi banyak para penentang. Sehingga dengan adanya wahyu yang berangsur-angsur itu merupakan dorongan untuk Nabi agar terus menyampaikan dakwahnya. Hal ini diisyaratkan pada surat Al-Furqon [25]:32
2)      Menentang dan melemahkan
Nabi sering kali berhadapan dengan pertanyaan sulit yang dilontarkan orang-orang musyrik dengan tujuan untuk melemahkan Nabi, seperti bertanya mengenai kapan kiamat (al-A’rof 187), minta disegerakan siksa (al-Hajj 47). Maka turun ayat untuk menjawab pertanyaan orang-orang musyrik, (al-Furqon 33).
3)      Agar mudah dihafal dan dipahami
Pada saat itu, Al-Quran diturunkan kepada Bangsa yang tidak tahu membaca dan menulis. Dengan Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur maka memudahkan menghafal dan memahami ayat-ayat Al-Quran.
4)      Mengikuti setiap kejadian
Dengan diturunkan secara berangsur-angsur maka memudahkan dalam melakukan penetapan aqidah yang benar, hukum-hukum syariat dan akhlak mulia. Terdapat dalam firman Allah (Al Isra [17]: 106)
5)      Menjadi bukti nyata bahwa Al-Quran milik Allah
Meski Al-Quran turun dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari tidak ada satupun ayat yang bertentangan, bahkan saling menguatkan, menerangkan dan membenarkan. Hal itu tidak akan terjadi jika buatan manusia.



[1]Nur Syam, Tasawuf Kultural, LkiS Pelangi Aksara, Yogyakarta, 2008, hlm. 61.
[2]Anshori, Ulumul Qur’an, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,  2013, hlm. 55.
[3] Ibid., hlm. 56.
[4] Ibid., hlm. 57.
[5] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 36.
[6] Ibid., hlm. 37.
[7] Lauh al-Mahfuzh yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah.
[8] Bait al-Izzah adalah tempat yang berada dilangit dunia.
[9]Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 39.

[10] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 40-41.
[11] Sudaryo El Kamali, Pengantar Studi Al-Qur’an, STAIN Pekalongan Press, Pekalongan, 2006, hlm. 28-29.
[12] Mohammad Gufron dan Rahmawati, Ulumul Qur’an: Praktis dan Mudah,Teras, Yogyakarta, 2013, hlm. 17-18.
[13] Ibid., hlm. 29.
[14] Rosihon Anwar, Pengatar Ulumul Qur’an, CV Pustaka Setia, Bandung, 2009, hlm. 48.
[15]  Hatta Syamsudin, Ringkasan Praktis dan Sistematis dari Terjemahan Mabahits Fi Ulmuil Qur’an Karya Syeikh Manna’ul Qathan, diakses dari https://www.scribd.com/doc/36962976/Modul-Ulumul-Qur-An, pada tanggal 10 September 2016 pukul 19.20
[16] Sudaryo El Kamali, Pengantar Studi Al-Qur’an, STAIN Pekalongan Press, Pekalongan, 2006, hlm. 26-28.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TRANSAKSI DALAM ISLAM

KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM